Pages

Sabtu, 24 November 2012

ingat, berpura pura itu melelahkan...


‘BB sama tasku hilang, mbak,’ ujarnya suatu siang.

‘Kok bisa?’

Ia mengangkat bahu.

Memasang wajah simpati aku berbasa-basi. Hanya itu. Tak juga kutawarkan bantuan. Meski terkesan jahat dan tak peduli, aku berketetapan hati. Sebab aku tau pasti, tak serumit itu kejadiannya. Dan malangnya, memang terbukti.

*

Mengingat kembali percakapan itu selalu membuat saya miris. Betapa seseorang bisa berpikiran bahwa dengan memegang gadget terbaru dan memiliki tas bermerk itu bisa membuatnya lebih berkelas, lebih dihargai sekaligus dapat lebih diperhitungkan dalam pertemanan. Tapi benarkah ia memiliki benda itu semua? Tidak. Jangan terkejut, hanya bualan saja.

Sempat berpikir, bagaimana seseorang dapat memilih untuk terus hidup dan bertahan dengan menggunakan topeng yang berbeda? Kelihatannya absurd ya, tapi ternyata ada. Bila ditilik dari keseharian mereka, hanya sekian persen dari apa yang mereka katakan adalah kebenaran. Selebihnya adalah kepura-puraan. Mengapa bisa demikian? Kasuistik memang. Namun satu hal, mereka yang memakai topeng senantiasa ingin menjadi orang yang sempurna. Menjadi orang lain yang berbeda. Dan itu bukan dirinya. Untuk menjadi seperti sesempurna sosok yang mereka bayangkan, mereka bisa melakukan apa saja. Meski itu artinya harus menyakiti orang terdekat sekalipun.

Saat tak dapat merubah setitik pun dalam diri sendiri, berapa banyak orang bisa merasa puas akan apa yang dimiliki? Ada. Banyak. Tapi ada banyak juga yang tak bisa menerima kenyataan dan melakukan hal-hal yang diluar nalar. Padahal sejarah mencatat, saat kita melakukan satu kebohongan, maka dibutuhkan kebohongan lain untuk menutupi kebohongan yang pertama. Demikian seterusnya. Hidup tak akan bisa tenang.

Satu ketika ingin saya bertanya, tak letihkah berpura-pura? Saya percaya sesunguhnya mereka juga pernah merasa betapa meletihkannya hidup dalam kepura-puraan. Namun ironisnya, mereka lebih memilih untuk terus melakukannya. Bagi beberapa orang, jujur itu merupakan satu hal yang menyakitkan. Saat topeng tersingkap, yang mereka takutkan adalah reaksi banyak orang. Ketakutan saat akhirnya orang lain dapat melihat betapa rapuhnya ia. Betapa banyak kekurangan yang dimilikinya. Padahal tak semua orang berpikiran demikian.

Hidup itu senantiasa menawarkan berbagai pilihan. Dan seseorang bisa memilih untuk terus berada dalam kepura-puraan selamanya. Dan itu sah-sah saja. Namun, siapa juga yang mau terus berada dalam situasi seperti itu?

Jadilah dirimu, seberapa menyakitkannya itu, belajarlah mencintai dirimu.

Sebab waktu, tak kan pernah bisa diputar kembali sesuai maumu..

0 komentar:

Posting Komentar