“romantic love can become long-term “if you kiss the right person”,
Kata Helen Fisher, seorang ahli biologi evolusioner, yang banyak melakukan
penelitian tentang cinta. Ya.. Ciuman bukan hanya sebuah ciuman dan berciuman
adalah sesuatu hal yang penting dalam menentukan hubungan yang romantis untuk
jangka waktu yang lama.
Perilaku berciuman telah mengalami evolusi yang demikian panjang dalam
sejarah mahkluk hidup. Meskipun masih bersifat hipotesis, para ahli menduga
bahwa berciuman adalah hasil evolusi perilaku primata. Perubahan perilaku itu
pada akhirnya menjadi sebuah kebiasaan yang terus dipertahankan hingga saat
ini. Dan, manusialah yang paling banyak mempraktikkan perilaku berciuman. Saat
ini, hampir 90% manusia berciuman.
Namun, ciuman memiliki makna yang berbeda-beda bergantung pada pelaku dan
konteks.
Ada perbedaan antara ciuman seorang ibu pada anak dan seorang pria pada
pasangan wanitanya. Dalam konteks cinta, Helen Fisher menyatakan bahwa berciuman
setidaknya memiliki 3 peran, antara lain: dorongan seksual, cinta romantis dan
keterikatan. Selain itu, ada pula perbedaan orientasi antara wanita dan pria
ketika berciuman. Bagi seorang pria, ciuman adalah langkah awal menuju hubungan
seks, tetapi bagi seorang wanita, berciuman adalah proses penilaian terhadap
pasangan. Berikut akan saya uraikan konsep cinta dari berbagai sudut pandang
berdasarkan literatur yang didapatkan. Sebelum membaca bagian-bagian
selanjutnya, konsep berciuman dalam tulisan ini berada dalam konteks cinta.
Sejarah Berciuman
Dalam tulisan ini, sejarah berciuman merujuk pada informasi yang
ditemukan Sheril Kirshenbaum. Sebenarnya, buku terbaru Sheril mungkin dapat
memberi informasi yang lebih akurat tentang sejarah berciuman tetapi akses
langsung atas buku itu masih sangat sulit. Informasi sejarah berciuman dalam
tulisan ini juga merujuk pada Sheril tetapi diambil dari website pribadinya,
yang mungkin saja tidak terlalu rinci.
Dalam tulisannya, Sheril Kirshenbaum menelusuri sejarah
perilaku berciuman yang muncul pada 1500 SM. Indikasi tentang keberadaan
berciuman ditemukan Sheril pada teks-teks Veda Sansekerta dari India. Dalam
kajian itu, hanya terlihat aktivitas yang mirip dengan berciuman. Meskipun
tidak menemukan kata “cium” tetapi ada kata-kata yang bisa menggambarkan
perilaku berciuman, misalnya “licking” yang berarti menjilat dan “drinking
moisture of the lips”.
Pada abad ketiga, teks-teks Kamasutra Vatsyayana (lebih dikenal sebagai
Kama Sutra), sudah menggambarkan cara berciuman dengan kekasih. Sheril pada
akhirnya berkesimpulan bahwa masyarakat India sudah mempraktikan berciuman
sudah sejak ribuan tahun yang lalu.
Tapi India, bukanlah satu-satunya. Ada pula sejarah tentang perilaku
berciuman yang ditemukan Sheril pada masyarakat di Babilonia. Pada abad 7 SM,
cerita Enuma dari Babilonia yang tertulis pada batu juga sudah menceritakan
tentang berciuman. Yang lebih terkenal adalah cerita di dalam Perjanjian Lama
yang diperkirakan terkumpul selama 12 abad sebelum kelahiran Yesus juga sudah
menceritakan tentang berciuman. Yakub mencium ayahnya yang buta untuk mencuri
berkat Ishak. Kitab Kidung Agung, bahkan sudah menceriterakan ciuman-ciuman
yang sensual.”Biarkan dia menciumku dengan ciuman mulutnya:. Karena cinta-Mu
lebih baik daripada anggur”.
Dari Yunani kuno, tradisi lisan yang menceritakan tentang berciuman
adalah epos Homer. Cerita ini baru dicatat antara abad 7 dan 8 SM. Odysseus
yang dicium oleh budaknya setelah kembali ke rumah. Serta, Raja Priam yang
mencium tangan Achilles untuk memohon kembalinya tubuh putranya yang meninggal.
Berabad-abad kemudian, Herodotus menulis The Histories yang memuat tradisi
berciuman di antara orang-orang Persia. Herodotus juga melaporkan bahwa
orang-orang Mesir tidak akan mencium orang Yunani melalui mulut karena orang
Yunani memakan hewan suci mereka, sapi.
Menyebarnya budaya berciuman, menurut Sheril, adalah peran dari bangsa
Romawi. Kebiasan bangsa Romawi menaklukkan bangsa-bangsa lain dengan kekuatan
militer akhirnya berimplikasi pada menyerbarnya budaya berciuman. Orang-orang
Romawi mempraktikan perilaku berciuman dengan mulut. Namun, mereka juga
selektif dalam menentukan siapa yang layak dicium. Ada ukuran-ukuran tertentu
yang ditetapkan untuk proses seleksi itu.
Sepanjang Abad Pertengahan, ciuman menggambarkan kedudukan sosial
seseorang. Seorang raja akan mencium cincin dan jubah, tangannya, atau bahkan
tanah di depannya. Sama dengan orang yang mencium cincin dan sandal seorang
Paus.
Ciuman ini juga berperan sebagai tanda kepercayaan antara pemimpin dan
pengikut. Selama periode ini, banyak orang tidak tahu cara membaca dan menulis,
sehingga ciuman itu digunakan sebagai cara hukum untuk membuat kontrak. Selama masa revolusi Industri, mencium tangan
menjadi populer di Inggris dan akhirnya berkembang menjadi berjabat tangan.
Kemajuan globalisasi berciuman akhirnya merambah ke seluruh dunia. Pada tahun
1872, Charles Darwin berteori bahwa mengingat keragaman dan popularitas
berciuman dan perilaku terkait dengannya di seluruh dunia, manusia harus
memiliki keinginan bawaan untuk menghubungkan dengan cara ini. Ia menduga bahwa
berciuman dimulai di masa lalu dalam proses evolusi dan dipengaruhi oleh
norma-norma sosial dan adat- istiadat.
Rentetan sejarah perilaku berciuman di atas adalah hasil riset yang
dilakukan Sheril Kirshenbaum yang menulis sebuah buku berjudul The Science of
Kissing. Akses langsung pada buku itu masih sulit. Pembeliaan secara online
melalui amazon.com juga terganjal dengan ukuran kantong saya. Rincian sejarah
itu saya temukan pada penggalan-penggalan artikel Sheril pada website
pribadinya. disini
Tentu saja, sebagai pembaca saya harus menaruh curiga atas validitas urutan
sejarah itu. Boleh jadi, perilaku berciuman memang sudah ada sebelum manusia
mengenal budaya tulis-menulis. Atau, penggalan sejarah yang diteruskan melalui
tradisi lisan lebih dulu hilang sebelum bisa didokumentasikan dalam bentuk
tulisan. Yang tertulis, mungkin saja adalah penggalan-penggalan cerita sejarah
yang di dalamnya terdapat missing link yang tidak disadari. Tapi, berhubung
saya belum melakukan riset-riset pustaka untuk memferivikasi data-data itu maka
itu bisa diterima saja secara apriori.
Evolusi Berciuman
Secara evolusi, penjelasan memadai tentang mengapa manusia mulai
berciuman, dengan saling menyentuhkan bibir masih bersifat konstruksi
hipotetikal. Ilmu yang khusus mempelajari tentang berciuman, Philematology,
menduga bahwa berciuman adalah hasil evolusi perilaku. Bahwa primata-primata
sering mengunyah makanan dan meneruskan dengan mulut pada anak-anaknya adalah
alasan evolutif yang diyakini sebagai penyebab munculnya kebiasaan berciuman.
Sentuhan antara bibir seorang induk dengan anak pada akhirnya tidak hanya
sebatas sarana untuk mempertahankan hidup, tetapi berevolusi menjadi penanda
yang merujuk pada perasaan kasih sayang dan ekspresi cinta.
Berciuman dalam Konteks Cinta yang Romantis
Ketika berciuman, tanpa disadari bagian-bagian kecil di dalam tubuh
kita begitu sibuk menerima dan mengolah informasi. Tentu saja, informasi itu
datang dari molekul-molekul biologis dalam tubuh kita. Dalam konteks cinta
romantis, berciuman boleh dikatakan adalah semacam sistem pertukaran informasi
secara biologis tentang kompatibilitas pasangan. Ciuman dapat menjadi penanda
bahwa seseorang memiliki potensi untuk menjadi pasangan dalam membangun
hubungan jangka panjang (long-term relationship). Ketika kita secara emosional
memiliki kedekatan dengan seseorang maka semua perhatian kita akan diarahkan
padanya yang memungkinkan kita melakukan penilaian terhadap orang itu.
Penilaian itu, salah satunya, datang dari informasi biologis yang dikirimkan
bibir maupun indera penciuman kepada otak. Proses ini terjadi secara tanpa
disadari.
Wanita Lebih Percaya Penciuman
Riset pertama yang membuktikkan bahwa indera penciuman juga menentukkan
pilihan terhadap pasangan adalah yang dilakukan oleh Claud Wedekind, lebih dari
saku dekade lalu. Dalam penelitiannya, Claud meminta para wanita yang dijadikan
sampel untu menentukkan siapa pria terbaik yang bagi mereka dengan mencium
T-shirt yang sebelumnya dipakai oleh pria.
Kemudian, DNA pada wanita dicocokan dengan DNA pria yang dipilih berdasarkan
bau. Hasilnya, wanita tidak hanya memilih aroma tubuh pria secara acak, tetapi
juga karena ada perbedaan MHC (major histocompatibility complex), serangkaian
gen yang terlibat dalam sistim kekebalan. Dan, pencampuran atau rekombinasi MHC
yang berbeda akan memberikkan keuntungan pada keturunan karena memiliki
antibodi yang lebih kuat. Artinya, pilihan itu adalah pilihan atas dasar hasil
dari pengenalan informasi genetik yang sesungguhnya tidak disadari ketika
berciuman.
Apakah ini berarti wanita yang menggunakan ciuman sebagai instrumen
penilaian terhadap seorang pria? Ya.. hasil itu pada akhirnya menyimpulkan
bahwa berciuman dapat menjadi cara yang sangat halus bagi wanita untuk menilai
kompatibilitas kekebalan pasangan, sebelum ia menghabiskan banyak waktu dan
energi dalam dirinya. Dan, menjadi catatan penting ciuman pertama yang buruk pada kencan pertama
juga dapat berarti kurangnya chemistry. Bukti riset tentang itu datang dari
Gordon Galup yang mengatakan bahwa 59% pria dan 66% wanita mengaku telah
memutuskan hubungan awal mereka dengan pasangan karena ciuman yang buruk.
Bukti lain adalah yang dilakukan oleh peneliti dari University of
Albany pada 1.041 mahasiswa. Penelitian itu menyimpulkan bahwa wanita
menempatkan menganggap bahwa ciuman lebih penting dan kebanyakan mereka mengakui
bahwa tidak akan pernah berhubungan seks tanpa ciuman pertama. Pria, di sisi
lain, akan berhubungan seks tanpa lebih dulu berciuman, mereka juga akan
berhubungan seks dengan seseorang yang tidak memberikan ciuman yang baik. Hal
ini tentu saja masuk akal jika dilihat dari evolusi Darwinian, wanita adalah
pemilih dan melakukan seleksi menuju proses kawin (mating). Pria juga lebih
mungkin untuk memulai ciuman dengan french karena air liru mengandung
testosteron yang dapat meningkatkan libido.
Proses Biologis Berciuman
Apa yang terjadi ketika berciuman? Sheril Kirshenbaum menulis bahwa
sebuah ciuman yang romantis akan membuat jantung berdebar lebih cepat dan
melebarkan pupil mata. Boleh jadi ini adalah bagian dari alasan mengapa kita
menutup mata saat berciuman. Otak akan menerima lebih banyak oksigen dan
pernapasan menjadi tidak teratur. Pada saat yang sama, terjadi peningkatan
beberapa molekul. Antara lain, dopamin yang meningkatkan hasrat (desire).
Serotonin akan mulai memicu sikap obsesif pada pasangan. Dan, oksitosin yang
mempererat hubungan dan perhatian pada pasangan. Memang tidak semua ciuman yang
baik akan berujung pada pernikahan, tetapi para ilmuwan mengatakan bahwa
berciuman juga baik untuk kesehatan karena level kortisol menurun setelah
berciuman.
***
Salah satu hal terbaik tentang berciuman adalah bahwa kita tidak harus
berpikir tentang semuanya. Hanya menutup mata dan biarkan terjadi secara alam.
0 komentar:
Posting Komentar