‘BB sama tasku hilang, mbak,’ ujarnya suatu siang.
‘Kok bisa?’
Ia mengangkat bahu.
Memasang wajah simpati aku berbasa-basi. Hanya itu. Tak juga kutawarkan
bantuan. Meski terkesan jahat dan tak peduli, aku berketetapan hati. Sebab aku
tau pasti, tak serumit itu kejadiannya. Dan malangnya, memang terbukti.
*
Mengingat kembali percakapan itu selalu membuat saya miris. Betapa
seseorang bisa berpikiran bahwa dengan memegang gadget terbaru dan memiliki tas
bermerk itu bisa membuatnya lebih berkelas, lebih dihargai sekaligus dapat
lebih diperhitungkan dalam pertemanan. Tapi benarkah ia memiliki benda itu
semua? Tidak. Jangan terkejut, hanya bualan saja.
Sempat berpikir, bagaimana seseorang dapat memilih untuk terus hidup
dan bertahan dengan menggunakan topeng yang berbeda? Kelihatannya absurd ya,
tapi ternyata ada. Bila ditilik dari keseharian mereka, hanya sekian persen
dari apa yang mereka katakan adalah kebenaran. Selebihnya adalah kepura-puraan.
Mengapa bisa demikian? Kasuistik memang. Namun satu hal, mereka yang memakai
topeng senantiasa ingin menjadi orang yang sempurna. Menjadi orang lain yang
berbeda. Dan itu bukan dirinya. Untuk menjadi seperti sesempurna sosok yang
mereka bayangkan, mereka bisa melakukan apa saja. Meski itu artinya harus
menyakiti orang terdekat sekalipun.
Saat tak dapat merubah setitik pun dalam diri sendiri, berapa banyak
orang bisa merasa puas akan apa yang dimiliki? Ada. Banyak. Tapi ada banyak
juga yang tak bisa menerima kenyataan dan melakukan hal-hal yang diluar nalar.
Padahal sejarah mencatat, saat kita melakukan satu kebohongan, maka dibutuhkan
kebohongan lain untuk menutupi kebohongan yang pertama. Demikian seterusnya.
Hidup tak akan bisa tenang.
Satu ketika ingin saya bertanya, tak letihkah berpura-pura? Saya
percaya sesunguhnya mereka juga pernah merasa betapa meletihkannya hidup dalam
kepura-puraan. Namun ironisnya, mereka lebih memilih untuk terus melakukannya.
Bagi beberapa orang, jujur itu merupakan satu hal yang menyakitkan. Saat topeng
tersingkap, yang mereka takutkan adalah reaksi banyak orang. Ketakutan saat
akhirnya orang lain dapat melihat betapa rapuhnya ia. Betapa banyak kekurangan
yang dimilikinya. Padahal tak semua orang berpikiran demikian.
Hidup itu senantiasa menawarkan berbagai pilihan. Dan seseorang bisa
memilih untuk terus berada dalam kepura-puraan selamanya. Dan itu sah-sah saja.
Namun, siapa juga yang mau terus berada dalam situasi seperti itu?
Jadilah dirimu, seberapa menyakitkannya itu, belajarlah mencintai
dirimu.
Sebab waktu, tak kan pernah bisa diputar kembali sesuai maumu..
0 komentar:
Posting Komentar